SENANDUNG KERINDUAN
Angin berhembus kencang diluar sana, menyelinap masuk ke celah-celah jendela kamarku malam ini. Aku masih memandang jauh keluar jendela, dan sesekali meneguk secangkir teh hangat.
Saat ku hela nafas panjang, seseorang datang mencium ubun-ubun kepalaku. Aku tersenyum bahagia.
Kini pria itu sempurna berada dihadapanku, dia yang selalu mengulas senyum terindahnya walau aku tau lelah dan sakit itu pasti sangat dia rasakan.
Dia suamiku, Allah menciptakannya untuk melengkapi kekuranganku. Ku balas senyumanya, ku sentuh pipinya untuk menghilangkan letih yang begitu nampak di raut wajahnya yang selalu saja membuatku tak hentinya bersyukur karena memilikinya. Perlahan dia mengecup keningku, menguatkanku dalam keadaan apapun.
Saat itu aku tak pernah tau kemana jalan hidupku akan berujung, kepada siapa cinta suci itu akan berlabuh. tapi dia yang mampu menjadi pelengkap jiwaku. Selamanya bersama, bersenandung indah mengucap lafadz sang maha cinta.
#
Senandung Kerinduan |
Koridor panjang dengan deretan ruangan dikanan kiri , tampak samar dalam pengelihatanku, membuat kepalaku sedikit pusing. Aku tau ini efek dari alcohol yang aku minum tadi malam.
Aku coba berdiri dan kembali berjalan memasuki ruang kerjaku. Aku tidak butuh pertolongan siapapun. Aku wanita yang kuat dan sukses, aku tak perlu kasihani siapapun. Dan aku pantas mendapatkan segala sesuatu yang ku inginkan. aku sudah memiliki segalanya yang membuatku bahagia.
#
Aku duduk di sebuah sofa berwarna merah yang dibingkai cantik dengan tanaman hias disetiap sisinya. Aku menunggu Lili diruangan ini. Untukku lili bukan sekedar partner kerja, tapi juga seseorang yang selalu ada untukku. Tapi aku tak pernah ingin terlihat lemah dihadapannya. Aku wanita yang mandiri dan tegar. Aku tak pernah percaya dengan apa yang Lili katakan tentang ketulusan cinta. Untukku tak ada pria yang dengan tulus mencintai seorang wanita. Lili pernah bertanya mengapa hingga saat ini aku belum juga menikah, itu karena tak pernah ada pria yang mencintaiku karena Allah seperti yang Lili katakan.
Aku coba berdiri dan kembali berjalan memasuki ruang kerjaku. Aku tidak butuh pertolongan siapapun. Aku wanita yang kuat dan sukses, aku tak perlu kasihani siapapun. Dan aku pantas mendapatkan segala sesuatu yang ku inginkan. aku sudah memiliki segalanya yang membuatku bahagia.
#
Aku duduk di sebuah sofa berwarna merah yang dibingkai cantik dengan tanaman hias disetiap sisinya. Aku menunggu Lili diruangan ini. Untukku lili bukan sekedar partner kerja, tapi juga seseorang yang selalu ada untukku. Tapi aku tak pernah ingin terlihat lemah dihadapannya. Aku wanita yang mandiri dan tegar. Aku tak pernah percaya dengan apa yang Lili katakan tentang ketulusan cinta. Untukku tak ada pria yang dengan tulus mencintai seorang wanita. Lili pernah bertanya mengapa hingga saat ini aku belum juga menikah, itu karena tak pernah ada pria yang mencintaiku karena Allah seperti yang Lili katakan.
Memang hanya Lili yang selalu memberi nasehat dengan benar. Dari sekian banyak teman-temanku di luar sana, tak pernah ada yang memberiku nasehat untuk dekat dengan sang pencipta jika hati sedang kalut. Mereka lebih senang mengajakku untuk keluar malam. mereka lebih kuat memperdayaiku.
#
Ku buka jendela kamar, terlihat abah yang tengah membaca Al-Quran di teras belakang rumah. Kemudian ku alihkan pandanganku pada jam besar yang berada di pojok kamarku. Malam sudah larut. Biasanya jika sangat lelah, sepulang dari kantor tadi aku sudah terlelap hingga fajar yang membangunkanku.
Sesaat kemudian Lili menelfonku dan mengatakan besok akan ada seseorang yang datang untuk membantuku diperusahaan. Entahlah, Lili bilang namanya Zafran Bayu, dia di perintahkan langsung dari salah satu Universitas di Cairo untuk membantu perusahaan.
Ku lihat kembali sosok yang sangat ku sayangi itu masih bersenandung dibawah terangnya bulan malam ini. Sosok yang semakin menua, tapi pembawaannya masih tetap tegas.
#
Aku masuk ke ruang rapat, hanya ada beberapa orang disana. Aku duduk bersebelahan dengan Lili. Abah bangun dari duduknya dan memulai rapat.
ku lihat pria yang kutebak-tebak bahwa dia adalah pria yang Lili katakan semalam. Hanya sekilas lalu, biasa saja tanpa kesan apapun.
Waktu seakan bergulir sangat lambat, aku mulai bosan dengan rapat ini. Kulirik Lili yang sangat serius memperhatikan abah, lalu beberapa orang disebelahnya semua mengeluarkan ekspresi yang sama seperti Lili. Kini pandanganku tepat berada pada Zafran. sesaat pria berkulit sawo matang itu mengulas senyum ke arah abah.
Dalam hitungan detik dia sempurna membekukan pandanganku padanya.
Dan hanya beberapa detik pula suara tepuk tangan keras dari karyawan rapat membuyarkan lamunanku.
#
Beberapa jam berlalu, tubuhku terasa pegal duduk dengan dihadapkan oleh deretan kata-kata pada laptop ini. kulihat jam dipergelangan tanganku, ternyata hari semakin sore.
Aku berjalan menuju pantry untuk sekedar membuat minuman. Tepat didepan pintu pantry sayup-sayup terdengar suara seseorang dari mushola kecil disamping pantry. Lalu aku masuk kedalam pantry hanya untuk sekedar meneguk segelas air mineral. Sesaat aku teringat kembali akan Zafran, jika diperhatikan mahasiswa lulusan universitas di Cairo itu terlihat tampan.
Aku terdiam sejenak, membayangkannya membuatku tersenyum penuh arti.
Apa aku jatuh cinta padanya?
Aku menggeleng, entahlah rasanya aku sudah mulai berfikir terlalu jauh tentang pria itu.
Sesaat terdengar lagi suara seseorang dari mushola, suara seseorang yang tengah mengaji, bersenandung membaca lafadz illahi. Entah mengapa membuatku penasaran melihat sosok didalam sana.
Aku sedikit ragu untuk mengintip siapa yang tengah bersenandung itu. tapi rasa penasaran itu lebih kuat. Ku sikap sedikit tirai berwarna hijau itu. Hanya ada dia disana. Aku masih belum bisa menerka wajahnya.
Pria itu mengakhiri senandungnya, aku masih terpaku di balik tirai itu. pria itu memalingkan wajahnya, hatiku ketar-ketir sedikit terkejut. Angin sahara seperti mendesau-desau keras. Suasana hati ini perlahan terasa berbeda. Hingga pria itu berlalu pergi.
Zafran…
Kataku lirih, Hatiku gemetar.
#
Pagi ini abah pergi ke luar kota, entahlah beliau sama sekali tak mengatakan alasannya pergi kesana. Mungkin urusan pekerjaan fikirku. Aku mengantar keberangkatan abah hingga bandara.
Abah menghela nafas. Kemudian memegang pundakku.
Abah kembali melontarkan pertanyaan itu untuk kesekian kalinya.
“jadi kapan kamu akan menikah? Umurmu sudah sangat matang untuk berkeluarga tanisya.”
Aku diam.
“abah mau kamu menikah dengan orang yang abah pilih sepulang abah nanti. Kebahagiaanmu tak akan sempurna hanya dengan harta dan tahta. Tapi tanpa cinta yang Allah ridhoi.”
Aku sedikit kaget, rasanya hatiku berontak. Mau di taruh dimana mukaku jika teman dan karyawanku tau aku dijodohkan. Tapi aku tak mau mengecewakan abah, aku sangat menyayanginya.
Abah berlalu tanpa mendengarkan penolakanku.
Beberapa hari berlalu. Kini hati dan fikiranku bergelut tak karuan. Ku pandangi wajahku yang semakin terlihat redup dimakan usia. Abah benar, sudah seharusnya aku mulai memikirkan seorang pendamping. Tapi aku benar-benar tak setuju dengan perjodohan itu. sesaat aku teringat perkataan Lili tentang cinta yang tulus, ya aku mau menikah jika ku rasakan ketulusan cinta yang Allah ridhoi.
Ku rebahkan tubuhku sejenak di kasur. Sesaat aku teringat kajadian di mushola tempo hari. Sosok Zafran begitu mendebarkan jantungku. Sosoknya yang baik dan rendah hati membuatku kagum, dan saat-saat dimana dia mulai mengajariku tentang Islam. Dia bilang seorang wanita akan terlihat sangat cantik jika dia menutup auratnya. Juga dalam Islam tak mengenal kata pacaran tapi ta’aruf atau perkenalan. Dan aku memintanya mengajariku bersenandung sepertinya, bersenandung indah pada sang Khalik.
Kini hatiku merasakan cinta yang Allah ridhoi, ya cintaku pada Zafran.
#
Siang ini abah akan memperkenalkanku dengan pria yang akan abah jodohkan denganku.
Aku duduk disamping abah. Aku benar-benar tak ingin mengecewakan abah. Ku coba ikhlas, menerima siapapun jodohku. Meskipun aku tau aku telah membohongi hatiku, kalau aku hanya mencintai Zafran.
Tapi tak ada sosok lain selain aku dan abah disana. Abah tau keherananku. Dan akhirnya beliau mulai bicara.
Pria itu tak bisa datang karena suatu hal. Dan abah berkali-kali bertanya, apakah aku ikhlas dengan perjodohan ini? Aku hanya mengangguk tak berani mengatakan bahwa aku malu dengan perjodohan ini, tapi aku takut melukai hati abah.
Abah menghela nafasnya kemudian kembali berbicara. Abah menceritakan bagaimana sosok calon suamiku itu, rasanya hatiku sakit tersayat dengan berita yang abah sampaikan. Sehina itukah aku sehingga calon suamiku tak sempurna rupa? Air mataku berderai dihadapan abah, tapi abah kembali bertanya, apa aku bisa menerimanya? Hatiku bertanya-tanya mengapa abah menjodohkanku dengan seorang yang cacat? Dan abah bilang dia adalah anak dari sahabat lamanya, mereka pernah berjanji menjadi satu keluarga dengan menyatukan aku dan anaknya. Hanya itu alasan yang abah katakan.
Malam ini hatiku benar-benar kalut, aku butuh tempat untuk mengadu. Sosok Zafran mengingatkanku pada satu hal, Allah. Ya kepadaNya lah aku mengadu.
Zafran memang guru untukku. Semua yang dia ajarkan padaku tentang Islam membuatku berubah sedikit demi sedikit. Aku masih menyimpan rasa terhadapnya, masih terus berharap doaku dapat mengubah takdir yang telah digariskan. Masih terus berharap bahwa dialah yang akan menjadi imamku.
Dan kini hatiku telah mantap untuk menutup auratku. Bismillah, kukenakan pelindung suci itu agar dijauhkan dari segala macam keburukan. Terserah apa yang akan teman-temanku katakan nanti melihatku seperti ini, aku tak peduli.
#
Sudah beberapa hari ini aku tak bertemu Zafran dikantor, Kucoba Tanya Lili tapi dia bilang Zafran memang tak memberi kabar dari beberapa hari yang lalu, dan tak bisa dihubungi. Ya Allah kemana dia, mungkin dia memang bukan jodohku. Karena itu Allah memisahkan aku dengannya, agar aku tak semakin menyayanginya lebih dalam lagi. Allah menyayangiku.
Pagi ini kudatangi abah, memberi jawaban tentang perjodohan itu. awalnya aku ingin dan mengatakan pada abah bahwa aku ingin dinikahkan dengan Zafran, tapi apa daya Allah punya rencana lain untukku. Dan aku siap menikah dengan pria pilihan abah. abah bilang lusa aku akan bertemu dengannya.
Aku masih terdiam didepan cermin, air mata menetes perlahan membasahi pipi yang merona. Hatiku berdegup kencang menanti calon suamiku. Aku terus berdoa agar Allah selalu berada bersamaku. Agar aku ikhlas mencintainya.
Seseorang datang, menyuruhku menemui abah dan calon suamiku di ruang tamu. Ku langkahkan kakiku mantap, Ku ulas senyum terindah, ku lihat sekilas sosok calon suamiku yang tertunduk.
Lagi-lagi hatiku bergetar tak menentu, air mataku menetes perlahan terasa hangat membasahi pipi. Tak hentinya hatiku bertasbih, memuja keagunganNya. Ku lihat abah yang tersenyum haru, dan juga dia yang tak kurang apapun dari dirinya. Yang tak tak sedikit pun lumpuh pada fisik dan hatinya. Pelengkap jiwaku.
Dia adalah imamku, ku gelar sajadah bersamanya berdiri dibelakangnya menjadi makmumnya.
Barrakallah…
Aku rindu bersenandung indah pada Illahi bersamamu suamiku, Zafran..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar